Selasa, 14 November 2017

FILSAFAT ILMU DALAM ILMU KIMIA



1.      Apakah yang disebut ilmu filsafah dan apa hubungannya dengan sains dan ilmu kimia?
Jawab:
Pengertian Filsafat
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika.

Filsafat juga berarti pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal dan hukumnya filsafat artinya pengetahuan metodis, sistematis dan koheren (bertalian) tentang seluruh kenyataan. Filsafat adalah berfikir secara mendalam,sistematik, radikal dan universal dalam mencari kebenaran, inti atau hakikat tentang segala sesuatu yang ada.

Berfilsafat berarti mempertanyakan dasar dan asal usul dari segala-galanya, ataupun induk dari segala pengetahuan. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita ketahui dan apa yang belum kita ketahui dalam kemestaan yang seakan tak terbatas. Berfilsafat berarti berendah diri, mengoreksi diri, dan keberanian berterus terang.
Dalam berfilsafat tentunya adanya objek penyelidikan filsafat itu sendiri, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada, tidak terbatas. Inilah yang disebut objek material filsafat.
Ada beberapa objek materi filsafat, yaitu :
·         Masalah Tuhan (agama), yang sama sekali diluar atau diatas jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
·         Masalah alam, yang belum atau tidak bisa dijawab dengan ilmu pengetahuan biasa.
·         Masalah manusia

Objek material filsafat yang diselidiki akan terus berlangsung hingga permasalahannya selesai, dan dapat ditemukan sampai akar-akar permasalahannya. Bahkan filsafat baru menemukan hasil kerjanya manakala ilmu pengetahuan sudah terhenti penyelidikannya, yakni ketika ilmu tidak mampu memberi jawaban atas masalah. Inilah salah satu sifat ciri khas filsafat yang tidak dimiliki ilmu pengetahuan.

Seorang filsuf berfikir dan merenung untuk menemukan persoalan yang memenuhi benaknya, ia berfikr sedalam-dalamnya hingga seakar-akarnya untuk mencari hakikat sesuatu. Hasil penyelidikannya masih bersifat menduga-duga (spekulatif) dan subjektif. Berarti filsafat adalah berfikir, tetapi bukan berarti setiap berfikir adalah berfilsafat. Ada beberapa ciri-ciri berfikir filsafat, antara lain :
·         Radikal
Radikal berasal dari bahasa radix (bahasa yunani), berarti akar. Berfikir radikal berarti berfikir sampai keakar-akarnya, tidak tanggung-tanggung, sampai pada konsekuensinya yang terakhir. Tidak ada yang tabu, tidak ada yang suci, dan tidak ada yang terlarang bagi yang berfikir radikal.
·         Sistematis
Berfikir sistematis ialah berpikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dangan urutan-urutan yang saling berhubungan dan teratur.
·         Universal
Berfikir universal berarti pola pikir yang tidak khusus, terbatas dan hanya pada bagian tertentu saja, akan tetapi mencakup keseluruhannya.

Setelah mengetahui pengertian filsafat, untuk mengetahui hubungannya dengan sains dan ilmu kimia, kita harus terlebih dahulu memahami pengertian dari sains itu sendiri maupun ilmu kimia.
Pengertian Sains
Sains adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), terdiri phusical sciences (ilmu astronomi, kimia, geologi, minerologi, meteorology dan fisika) dan life sciences (biologi, zoology, fisiologi).

Secara sederhana sains dapat berarti sebagai tubuh pengetahuan (body of knowledge) yang muncul dari pengelompokkan secara sistematis dari berbagai penemuan ilmiah sejak jaman dahulu, atau biasa disebut sains sebagai produk. Produk yang dimaksud adalah fakta-fakta, huku, m-hukum alam, prinsip-prinsip,  dan berbagai teori yang membentuk semesta pengetahuan ilmiah yang biasa diibaratkan sebagai bangunan dimana berbagai hasil kegiatan sains tersusun dari berbagai penemuan sebelumnya.

Suatu metoda khusus untuk memecahkan masalah, atau biasa disebut sains sebagai proses yang menerapkan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan hal yang sangat menentukan suatu ilmu sains dapat terbukti dengan langkah-langkah yang sistematis dan diakhirnya adanya publikasi ilmu sains tersebut. Artinya memperoleh ilmu sains dari pengamatan-pengamatan dan hipotesis-hipotesis yang diajukan hingga mendapat ilmu sains secara menyeluruh diterima masyarakat dan benar adanya. Jadi, sains dapat sebagai proses yang menjawab masalah ilmiah juga membuat sains terus berkembang dan merevisi berbagai pengetahuan yang sudah ada.

Selain itu sains juga bisa berarti suatu penemuan baru atau hal baru yang dapat digunakan setelah kita menyelesaikan permasalahan teknisnya, yang tidak lain biasa disebut sebagai teknologi. Teknologi merupakan suatu sifat nyata dari aplikasi sains, suatu konsekuensi logis dari sains yang mempunyai kekuatan untuk melakukan sesuatu. Sehingga biasanya definisi popular tentang sains termasuk juga teknologi di dalamnya.

Sesungguhnya, sains itu sendiri sudah ada sejak awal sejarah manusia ada, demikian juga sejak manusia lahir. Tetapi dalam prosesnya, manusia tidak langsung cepat membaca, memahamai dan menguasainya. Salah satu penyebab utama, mengapa terjadi kelambanan dan keterlambatan penguasaan sains, adalah faktor manusia nya sendiri. Yang di dalam benaknya sudah dipenuhi dengan beragam doktrin, persepsi, keyakinan. mitos yang berlangsung antar generasi terhadap suatu dan kejadian di diri kita dan sekitar kita.

Sains terdiri dari 3 aspek:
1.      Sains adalah alat untuk menguasai alam dan memberikan sumbangan kepada kesejahteraan     manusia.
2.      Sains sebagai suatu pengetahuan yang sistematis dan tangguh , merupakan hasil dari berbagai peristiwa.
3.      Sains sebagai metode untuk mendapatkan aturan, hukum-hukum atau teori-teori dari objek yang diamati.

Hubungan Antara Filsafat dengan Sains

Hubungan ilmu pengetahuan (sains) dengan filsafat. Sains atau ilmu pengetahuan pada zaman klasik tak terpisah dengan filsafat. Pengetahuan yang kita punya saat ini adalah bawaan dari alam. Proses berfikir sama dengan proses mengingat apa-apa yang pernah dilihat oleh manusia di alam idea dahulu. Pengetahuan manusia bersifat apriori (mendahului pengalaman).  Ilmu pengetahuan mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi yang faktual dan deskriptif, yang sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuan yang juga filsuf. Para filsuf terlatih di dalam motede ilmiah, dan sering pula menuntut minat khusus dalam beberapa ilmu.

Pada awalnya filsafat sains lebih berupa metodologi atau telaah tentang tata kerja atau metode dalam berbagai sains serta pertanggungjawabanya secara rasional.

Misalnya ada pernyataan bahwa bahan dasar alam semesta itu adalah air. Jawaban ini tidak memuaskan murid dan pemikir setelahnya. Ada juga yang mengatakan bahwa bahan dasar yang membangun alam semesta itu adalah udara. Acuan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, yaitu dengan menggunakan pengamat induktif dan metode deduktif (ada dalam filsafat dan ilmu).

Untuk mencapai pengetahuan yang solid, kedua metode tersebut mesti sama-sama digunakan, artinya apa yang kita pikirkan itu harus bisa dibuktikan atau berhubungan dengan realitas dan kenyataan konkret.

Pada akhirnya kita memang melihat adanya sebuah hubungan antara filsafat dengan sains. Keduanya memiliki spirit dan tujuan yang sama yaitu jujur dan selalu mencari kebenaran. Dalam pencarian kebenaran ini sains menentukan kebenarannya dengan ada tidak adanya dengan langkah-langkah dan batas-batas tertentu, yaitu dengan metode ilmiah. Tetapi penyelidikan pikiran manusia yang selalu ingin tahu, melewati batas-batas ini dan menuntut perembesan terhadap wilayah yang berada di balik bidang sains, dengan demikian lalu filsafat muncul.

Dalam hal ini tidak salah bahwa filsafat dan ilmu memiliki persamaan, dalam hal ini bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan kegiatan pikiran manusia, yaitu berfikir filosofi spekulatif dan berfikir empiris ilmiah. Perbedaan antara keduanya, terutama untuk aliran filsafat pendidikan tradisional, adalah bahwa filsafat menetukan tujuan dan science manentukan alat sarana untuk hidup. Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya. Filsafat dan sains memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukan sebab akibatnya. Selain itu keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan. Tentunya dalam berfilsah maupun ilmu sains itu sendiri mempunyai metode dan sistem. Akhirnya keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia (objektifitas) akan pengetahuan yang lebih mendasar.

Filsafat dan sains memiliki beberapa hal yang berbeda yaitu, objek material (lapangan) filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan obyek material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. Artinya ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan terkotak-kotak sedangkan kajian filsafat tidak terkokta-kotak dalam disiplin tertentu. Objek formal (sudut pandang) filsafat itu bersifat fregmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu ada itu secara luas, mendalam dan mendasar, sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, objek formal itu bersifat teknik yang berarti bahwa cara-cara ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita. Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjol daya spekulasi, kritis dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan ilmiah dan error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainya. Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, mutlak, dan mendalam sampai mendasar (primary cause) sedangkan ilmu menunjukan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, lebih dekat, yang sekunder (secondary cause). Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.

Sekarang, filsafat sama dengan sains dalam menemukan pengetahuan yang seksama dan terorganisir dengan baik. Tapi filsafat tidak puas dengan definisi semacam ini. Filsafat mencari pengetahuan yang juga konprehensif. Pikiran manusia tidak puas semata-mata dengan menyusun rangkaian yang tetap tentang fenomena dan sekedar merumuskan cara-cara mereka bertingkah-laku. Pikiran manusia sangat membutuhkan beberapa penjelasan akhir berkenaan dengan berbagai fenomena dengan perilaku.

Pengertian Ilmu Kimia

Chemistry is the study of the composition, structure, properties, and interctions of matter. Menurut pengertian tersebut, berarti ilmu kimia mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, perubahan serta energi yang menyertai perubahan suatu materi. Misalkan kita membahas “air”, maka secara sederhana yang dipelajari oleh ilmu kimia tentang air adalah mengenai:
  1. Bagaimana atom-atom hidrogen dan oksigen tersusun dalam sebuah molekul air dengan membentuk struktur molekul karena kita mengetahui rumus molekul air adalah H2O.
  2. Bagaimana sifat-sifat air dihubungkan dengan susunan dan struktur tersebut.
  3. Air dapat mengalami perubahan wujud tertentu
  4. Serta Seberapa besar energi yang dihasilkan atau diserap pada perubahan tersebut.
Sudah dijelaskan bahwa kimia adalah ilmu tentang materi dan perubahannya. Materi itu sendiri adalah segala sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa. Pada prinsipnya, semua materi dapat berada dalam tiga wujud: padat, cair, dan gas. Ketiga wujud materi ini dapat berubah dari wujud yang satu ke wujud yang lain. Dengan pemanasan, suatu padatan akan meleleh menjadi cairan. Pemanasan lebih lanjut akan megubah cairan menjadi gas. Di sisi lain, pendinginan gas akan mengembunkannya menjadi cairan. Pendinginan lebih lanjut akan membuatnya menjadi padat.

Adapun bagian yang terpenting dari ilmu kimia adalah mempelajari reaksi kimia, perubahan yang terjadi bila senyawa kimia berinteraksi membentuk suatu senyawa baru yang berbeda. Reaksi kimia merupakan suatu hal yang menakjubkan untuk diteliti dan merupakan bagian yang menyenangkan dari ilmu kimia untuk memperhatikan terjadinya reaksi kimia.

Hakekat ilmu kimia adalah bahwa benda itu bisa mengalami perubahan bentuk, maupun susunan partikelnya menjadi bentuk yang lain sehingga terjadi deformasi, perubahan letak susunan, ini mempengaruhi sifat-sifat yang berbeda dengan wujud yang semula.

Hubungan Antara Filsafat dengan ilmu kimia

Setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu. Secara detail, tidak mungkin bahasan epistemologi terlepas sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Apalagi bahasan yang didasarkan model berpikir sistematik, justru ketiganya harus senantiasa dikaitkan.

Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa hakekat ilmu kimia adalah bahwa benda itu bisa mengalami perubahan bentuk maupun susunan partikel. Setelah kita mengetahui bahwa wujud itu bisa berubah dari bentuk satu ke wujud yang lain, kita harus mengetahui bahwa perubahan itu akan membawa manfaat atau tidak. Maksudnya apakah wilayah ontologi dan epistemologi sudah terpenuhi, tetapi belum tentu pada wilayah aksiologi. Untuk itu wilayah aksiologi menjadi penting untuk dikaji bagi ilmuan kimia. Artinya adanya hubungan filsafat dengan ilmu, khususnya ilmu kimia.

Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai hal.

Sesungguhnya ilmu kimia sangat dekat dengan kehidupan jika setiap orang memahami kimia secara menyeluruh dan mendalaminya. Namun, timbulnya persepsi buruk masyarakat terhadap kimia sebetulnya karena manusia terlalu acuh tak acuh dengan wilayah aksiologi kimia itu sendiri. Seolah-olah tugas manusia telah selesai di tataran epistemologi dan ontologi saja, padahal wilayah aksiologilah yang paling menentukan apakah ilmu kimia itu membawa manfaat. Padahal ilmu kimia tidak bisa lepas dari nilai, begitu juga dengan ilmu-ilmu yang lain. Semua tidak bisa lepas dari nilai, karena yang manusia temukan pasti mempunyai tujuan tersendiri.

Contohnya para pedagang yang menambahkan bahan-bahan kimia pada makanan  yang seharusnya bahan-bahan kimia tersebut bukan sebagai bahan tambahan dalam makanan atau tidak boleh dikonsumsi. Namun cara tersebut dianggap mampu mendapatkan keuntungan yang lebih. Disinilah letak kesalahan pemahaman masyarakat. Hal ini tentunya akan berhubungan dengan filsafah dalam hal akisologi tersendiri. Contoh lain dalam bidang militer, kimia seolah menjadi landasan untuk menciptakan senjata yang paling menakutkan, efisien dan berdaya guna yang hebat.

Contoh kasus di atas adalah contoh pengembangan ilmu kimia yang disalahgunakan yang ditemukan hanya dengan tataran ontologi dan epistemologi tapi tanpa memandang wilayah aksiologi. Para pelaku tersebut paham konsep dan proses ilmu yang ditemukan tetapi tidak mempedulikan nilai dari ilmu tersebut, sehingga ilmu yang ditemukan hanya akan membawa kemudharatan bagi masyarakat.

Jika setiap manusia menemukan ilmu dengan memandang wilayah aksiologi, maka ilmu tersebut akan memiliki nilai yang tinggi. Contoh terapan ilmu kimia yang memandang wilayah aksiologi yaitu mengenai peluruhan atom yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk tujuan tertentu. Peluruhan atom telah diketahui oleh ilmuwan, bahwa dalam proses peluruhan atau fisi sebuah unsur akan disertai pelepasan energi beberapa elektron yang tentunya dapat dimanfaatkan, misalkan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir.
Contoh lain yang lebih sederhana misalnya memanfaatkan limbah-limbah menjadi suatu hal yang bermanfaat bagi masyarakat. Pada pabrik “Sidomuncul” mengolah limbah-limbah hasil produksi menjadi suatu pupuk cair yang bisa memberi keuntungan bagi pabrik sendiri maupun masyarakat. Dengan demikian diperlukannya filsafah dan khususnya ilmu kimia menjadi satu-kesatuan yang terhubung baik.

Jadi wilayah aksiologi ini berhubungan dengan hati nurani manusia dan agama yang berbicara. Akan tetapi, jika mengacu pada proses timbulnya ilmu kimia bahwa bermacam-macam wujud yang ada ini pada dasarnya berasal dari wujud tunggal, dalam Islam adalah bahwa segala yang ada itu berasal dari wujud Allah, sudah selayaknya jika kehadiran ilmu kimia ini ditarik lagi ke wujud tunggal tersebut yaitu digunakan untuk menyenangkan sesama makhluk Tuhan.

Filsafat sebagai fasilitator ilmu kimia hanyalah sebatas untuk mengungkap isi yang terkandung dalam wilayah kimia serta mencari gejala-gejala ilmiah yang ada dialam semesta ini yang akhirnya dimasukkan ke wilayah ilmu kimia. Tanpa filsafat yang mengungkap mengenai sesuatu yang tersembunyi ditubuh alam semesta ini maka perkembangan ilmu, khususnya kimia, hanya akan mengalami stagnansi, kemandekan. Maka, berfilsafat merupakan syarat dasar bagi kemajuan sebuah ilmu pengetahuan dalam hal ini khususnya ilmu kimia dan agama menjadi penuntun ke mana ilmu pengetahuan akan dibawa. Ketika filsafat, ilmu sains dan ilmu kimia saling berkontribusi dengan baik, maka ilmu kimia itu sendiri akan terus berkembang dan bermanfaat bagi banyak masyarakat.

2. Bahas dasar-dasar yang sangat fundamental dari sains jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain terutama dengan agama. Juga dengan membahas apa yang diartikan dengan ada (eksistensi) dalam sains?

Jawab:

Dasar-dasar sains merupakan suatu ilmu yang memberi landasan pengetahuan dan wawasan luas agar memiliki keyakinan dan jiwa besar untuk bersikap profesional, dinamis, dan mampu mengambil keputusan serta bertanggungjawab dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungannya.

Dasar sains dipelajari dengan bertujuan untuk:
  1. Meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Tuhan melalui pemahaman tentang eksistensi dan hakekat perilaku semesta.
  2. Meningkatkan kesadaran kita akan keterkaitan manusia dengan alam semesta
  3. Mampu berpikir secara rasional, sistematis, dan profesional dalam menyelesaikan masalah kehidupan, dsb
Pada intinya, pembelajaran sains dasar memiliki tujuan untuk kesejahteraan manusia dengan mempertimbangkan kebijakan alam. Berbagai manfaat sains dasar antara lain dalam perkembangan teknologi informasi, teknologi pangan, bioteknologi, dll.

Ruang lingkup sains meliputi perkembangan dan penalaran fisik manusia, perkembangan dan pengembangan sains, alam semesta, keanekaragaman makhluk hidup dan pesebarannya, sains teknologi dalam kehidupan manusia. Penerapan sains dasar dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yg ada (resource) atau keberhasilan yang ada untuk meningkatkan sumberdaya yang lain.
Sebagai ilmu dasar, sains tidak bisa terpisahkan dengan ilmu yang lain karena sains juga dipelajari untuk kehidupan manusia oleh karena itu sains tak lepas dari ilmu sosial.
Dasar-dasar yang sangat fundamental dari sains adalah ilmu sains membutuhkan pembuktian dengan melakukan suatu pengamatan-pengamatan secara ilmiah untuk memperoleh kebenaran. Semakin banyak pengamatan-pengamatan yang dilakukan maka ilmu sains akan selalu berkembang. Berkembangnya ilmu sains menandakan adanya selalu perubahan (tidak pasti) sampai diperoleh ilmu baru yang dapat diterima masyarakat. Oleh karena itu sains sendiri bersifat dinamis dan nisbi.

Ilmu pengetahuan dilandaskan pada keyakinan bahwa pengalaman dan upaya daya akal budi itu absah. Teori ilmu pengetahuan dipengaruhi dan ditetapkan secara kuat oleh logika. Manusia memperoleh pengetahuan bukan saja untuk menguasai alam tetapi juga membawa dia ke arah kehidupan yang mempunyai nilai-nilai tertentu. Ilmu pengetahuan merupakan ranah profan. Pengetahuan yang disusun oleh sains bersifat temporal dan pragmatis. Sains tidak bermaksud untuk menemukan kebenaran yang bersifat abadi melainkan cukup kebenaran yang bersifat sementara, yang fungsional dalam kurun waktu tertentu.

Hal ini lain sekali dengan moral yang diajarkan oleh agama yang bersifat abadi yang didak berubah dari masa ke masa. Sains sebagai alat, jika tanpa agama sebagai kompas, tidak akan membawa manusia ke arah kebaikan dan kebahagiaan. Sebaliknya sains hanya akan membawa malapetakan dan kesengsaraan. Di lain pihak, agama tanpa ilmu, tujuan yang mulia tanpa peralatan untuk mewujudkannya, akan tetap merupakan utopia dan angan-angan belaka.

Isi dari pengetahuan rasional dan dari adat kebiasaan, dipadukan dalam tradisi yang berbeda dan latar belakang sosial yang berbeda dan diakorporasikan dalam aktivitas yang berbeda pula dan semua perbandingan ini diakui secara jelas oleh orang-orang primitif. Sains bersifat individual sedangkan agama lebih bersifat sosial. Agama diungkapkan dalam mitos dan upacara yang mempunyai makna sosial, dimana seluruh suku ambil bagian.

Sains dalam tiap bentuknya hanya sekali datang dan dimiliki oleh manusia. Sains harus diturunalihkan dalam pertalian langsung dari satu generasi ke generasi berikutnya. Agama dimaksudkan untuk semua, dimana setiap orang bisa ambil bagian serta aktif dengan peran yang sama. Pada saatnya mereka yang diinisiasi akan menginisiasi, meratapi dan mengenang roh sebagai spirit.

Salah satu spesialisasi dari agama bukan profesi tetapi kharisma. Dasar pada agama bersifat moral; harus berurusan atau menangani peristiwa-peristiwa yang tidak bisa diatasi dan supernatural. Sehingga jika manusia keliru menjalankannya tidak berpengaruh (ex opere operato). Pernyataan tentang alam yang terdapat dalam agama bukanlah penyataan yang bersifat kognitif dan faktual melainkan afektif dan simbolik. Agama tidak mengajarkan teori tentang alam tetapi menghimbau agar manusia mempelajari alam dalam pernyataan simbolik yang mampu ditafsirkan oleh manusia sesuai tingkat kemampuan berpikirnya.


Ada tiga hal yang menjadi alat bagi manusia untuk mencari kebenaran, yaitu filsafat, ilmu dan agama. Walaupun tujuan ketiga aspek ini untuk mencari kebenaran, namun ketiganya tidak dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang sama. Secara umum, filsafat dianggap sesuatu yang sangat bebas karena ia berpikir tanpa batas. Sedangkan agama, lebih mengedepankan wahyu/ilham dari zat yang dianggap Tuhan. Segala sesuatu yang berasal dari Tuhan, dalam perspektif agama adalah sebuah kebenaran yang tidak dapat ditolak. Sedangkan ilmu adalah sebuah perangkat metode untuk mencari kebenaran. Antara filsafat dan Ilmu, sama-sama tidak memiliki tokoh sentral sebagaimana agama yang mensentralkan Tuhan. Dengan kata lain, dapat dikatakan setiap masalah yang dihadapi manusia, maka mereka akan menggunakan tiga macam alat untuk mencapai penyelesaiannya. Sebagian ahli agama menjadikan filsafat dan ilmu sebagai alat untuk mempertajam pemahaman terhadap agama, sehingga kebenaran terhadap agama semakin kuat. Sedangkan ahli filsafat melihat agama dengan pemikiran yang mendalam, sehingga seorang filsuf mendapat kebenaran yang paling hakiki. Sedangkan ilmu pengetahuan, sebenarnya sebuah alat yang sangat sederhana, karena ia dapat digunakan oleh semua orang dalam kapasitas dan kemampuan masing-masing manusia

Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan, namun dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk memposisikan ke duanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih memahami khazanah intelektual manusia

Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan berpikir reflektif dalam upaya menghadapi/memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat konsen pada kebenaran, di samping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan sistematis.

Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal- hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral serta seni. Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa filsafat mempunyai batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berpikir reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda.

Dengan demikian, Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazalba, Pengetahuan ilmu lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau eksperimen); batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian. Pengetahuan filsafat : segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah batas alam namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang di luar alam, yang disebut oleh agama “Tuhan”.

Eksistensi sains dalam agama banyak yang bisa kita kaitkan misalnya saja khusu orang yang memepelajari kimia. Mengaitkan ilmu kimia yang dimiliki dengan adanya kebenaran dalam ilmu-ilmu agama. Seperti misalnya kita menyadari bahwa penyusun tubuh kita dari serangkain sel sampai pada sistem organ yang semuanya terkoordinasi dengan baik juga beperan karena kehendak Tuhan sehingga membuat keberlangsungan hidup manusia. Disini bisa dikaitkan eksistensi ilmu sains yang ada dengan ilmu agama. Ilmu sains juga bisa memiliki eksistensi pada ilmu sosial misalnya saja pada bidang hukum untuk mengungkapkan suatu kebenaran boleh jadi harus mengetahui garis keturunan maka dilakukan suatu tes DNA. Pada hal ini ilmu sains, ilmu social dan agama berpadu. Dasar-dasar ilmu sains yang sangat fundamental disini terlihat dimana dibutuhkannya penelitian dengan metode ilmiah untuk memperoleh ilmu sains tersebut sampai diperoleh kebenaran. Metode ilmiah dilakukan dengan langkah-langkah yang sistemastis dimulai dari deduksi, hipotesis, verivikasi, dan induksi.

FILSAFAT ILMU DALAM ILMU KIMIA

1.       Apakah yang disebut ilmu filsafah dan apa hubungannya dengan sains dan ilmu kimia? Jawab: Pengertian Filsafat Filsafat a...