1.
Apakah
yang disebut ilmu filsafah dan apa hubungannya dengan sains dan ilmu kimia?
Jawab:
Pengertian Filsafat
Filsafat adalah studi
tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan
dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan
masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan
alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika.
Filsafat juga berarti
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada,
sebab, asal dan hukumnya filsafat artinya pengetahuan metodis, sistematis dan
koheren (bertalian) tentang seluruh kenyataan. Filsafat adalah berfikir secara
mendalam,sistematik, radikal dan universal dalam mencari kebenaran, inti atau
hakikat tentang segala sesuatu yang ada.
Berfilsafat
berarti mempertanyakan dasar dan asal usul dari segala-galanya, ataupun induk
dari segala pengetahuan.
Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita ketahui dan apa yang
belum kita ketahui dalam kemestaan yang seakan tak terbatas. Berfilsafat
berarti berendah diri, mengoreksi diri, dan keberanian berterus terang.
Dalam berfilsafat tentunya adanya objek penyelidikan
filsafat itu sendiri, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada, tidak
terbatas. Inilah yang disebut objek material filsafat.
Ada beberapa
objek materi filsafat, yaitu :
·
Masalah Tuhan (agama), yang sama
sekali diluar atau diatas jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
·
Masalah alam, yang belum atau tidak
bisa dijawab dengan ilmu pengetahuan biasa.
·
Masalah manusia
Objek material
filsafat yang diselidiki akan terus berlangsung hingga permasalahannya selesai,
dan dapat ditemukan sampai akar-akar permasalahannya. Bahkan filsafat baru
menemukan hasil kerjanya manakala ilmu pengetahuan sudah terhenti
penyelidikannya, yakni ketika ilmu tidak mampu memberi jawaban atas masalah.
Inilah salah satu sifat ciri khas filsafat yang tidak dimiliki ilmu
pengetahuan.
Seorang filsuf berfikir dan merenung untuk menemukan
persoalan yang memenuhi benaknya, ia berfikr sedalam-dalamnya hingga
seakar-akarnya untuk mencari hakikat sesuatu. Hasil penyelidikannya masih
bersifat menduga-duga (spekulatif) dan subjektif.
Berarti filsafat adalah berfikir, tetapi bukan berarti setiap berfikir adalah
berfilsafat. Ada beberapa ciri-ciri berfikir filsafat, antara lain :
·
Radikal
Radikal berasal
dari bahasa radix (bahasa yunani), berarti akar. Berfikir radikal
berarti berfikir sampai keakar-akarnya, tidak tanggung-tanggung, sampai pada
konsekuensinya yang terakhir. Tidak ada yang tabu, tidak ada yang suci, dan
tidak ada yang terlarang bagi yang berfikir radikal.
·
Sistematis
Berfikir
sistematis ialah berpikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah dengan
penuh kesadaran dangan urutan-urutan yang saling berhubungan dan teratur.
·
Universal
Berfikir
universal berarti pola pikir yang tidak khusus, terbatas dan hanya pada bagian
tertentu saja, akan tetapi mencakup keseluruhannya.
Setelah
mengetahui pengertian filsafat, untuk mengetahui hubungannya dengan sains dan
ilmu kimia, kita harus terlebih dahulu memahami pengertian dari sains itu
sendiri maupun ilmu kimia.
Pengertian Sains
Sains
adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), terdiri phusical sciences (ilmu astronomi,
kimia, geologi, minerologi, meteorology dan fisika) dan life sciences (biologi,
zoology, fisiologi).
Secara
sederhana sains dapat berarti sebagai tubuh pengetahuan (body of knowledge)
yang muncul dari pengelompokkan secara sistematis dari berbagai penemuan ilmiah
sejak jaman dahulu, atau biasa disebut sains sebagai produk. Produk yang
dimaksud adalah fakta-fakta, huku, m-hukum alam, prinsip-prinsip, dan berbagai teori yang membentuk semesta
pengetahuan ilmiah yang biasa diibaratkan sebagai bangunan dimana berbagai
hasil kegiatan sains tersusun dari berbagai penemuan sebelumnya.
Suatu
metoda khusus untuk memecahkan masalah, atau biasa disebut sains sebagai proses
yang menerapkan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan hal yang sangat
menentukan suatu ilmu sains dapat terbukti dengan langkah-langkah yang
sistematis dan diakhirnya adanya publikasi ilmu sains tersebut. Artinya
memperoleh ilmu sains dari pengamatan-pengamatan dan hipotesis-hipotesis yang
diajukan hingga mendapat ilmu sains secara menyeluruh diterima masyarakat dan
benar adanya. Jadi, sains dapat sebagai proses yang menjawab masalah ilmiah juga
membuat sains terus berkembang dan merevisi berbagai pengetahuan yang sudah
ada.
Selain
itu sains juga bisa berarti suatu penemuan baru atau hal baru yang dapat
digunakan setelah kita menyelesaikan permasalahan teknisnya, yang tidak lain
biasa disebut sebagai teknologi. Teknologi merupakan suatu sifat nyata dari
aplikasi sains, suatu konsekuensi logis dari sains yang mempunyai kekuatan
untuk melakukan sesuatu. Sehingga biasanya definisi popular tentang sains
termasuk juga teknologi di dalamnya.
Sesungguhnya,
sains itu sendiri sudah ada sejak awal sejarah manusia ada, demikian juga sejak
manusia lahir. Tetapi dalam prosesnya, manusia tidak langsung cepat membaca,
memahamai dan menguasainya. Salah satu penyebab utama, mengapa terjadi
kelambanan dan keterlambatan penguasaan sains, adalah faktor manusia nya
sendiri. Yang di dalam benaknya sudah dipenuhi dengan beragam doktrin,
persepsi, keyakinan. mitos yang berlangsung antar generasi terhadap suatu dan
kejadian di diri kita dan sekitar kita.
Sains
terdiri dari 3 aspek:
1.
Sains
adalah alat untuk menguasai alam dan memberikan sumbangan kepada kesejahteraan manusia.
2.
Sains
sebagai suatu pengetahuan yang sistematis dan tangguh , merupakan hasil dari
berbagai peristiwa.
3.
Sains
sebagai metode untuk mendapatkan aturan, hukum-hukum atau teori-teori dari objek
yang diamati.
Hubungan Antara Filsafat dengan
Sains
Hubungan ilmu
pengetahuan (sains) dengan
filsafat. Sains atau ilmu pengetahuan pada zaman klasik tak terpisah dengan
filsafat. Pengetahuan yang kita punya saat ini adalah bawaan dari alam. Proses
berfikir sama dengan proses mengingat apa-apa yang pernah dilihat oleh manusia
di alam idea dahulu. Pengetahuan manusia
bersifat apriori (mendahului pengalaman). Ilmu pengetahuan mengisi filsafat
dengan sejumlah besar materi yang faktual dan deskriptif, yang sangat perlu
dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuan yang juga filsuf. Para filsuf
terlatih di dalam motede ilmiah, dan sering pula menuntut minat khusus dalam
beberapa ilmu.
Pada
awalnya filsafat sains lebih berupa metodologi atau telaah tentang tata kerja
atau metode dalam berbagai sains serta pertanggungjawabanya secara rasional.
Misalnya
ada pernyataan bahwa bahan dasar alam semesta itu adalah air. Jawaban ini tidak
memuaskan murid dan pemikir setelahnya. Ada juga yang mengatakan bahwa bahan
dasar yang membangun alam semesta itu adalah udara. Acuan untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar, yaitu dengan menggunakan pengamat induktif dan metode
deduktif (ada dalam filsafat dan ilmu).
Untuk
mencapai pengetahuan yang solid, kedua metode tersebut mesti sama-sama
digunakan, artinya apa yang kita pikirkan itu harus bisa dibuktikan atau
berhubungan dengan realitas dan kenyataan konkret.
Pada
akhirnya kita memang melihat adanya sebuah hubungan antara filsafat dengan
sains. Keduanya memiliki spirit dan tujuan yang sama yaitu jujur dan selalu mencari
kebenaran. Dalam pencarian kebenaran ini sains menentukan kebenarannya dengan
ada tidak adanya dengan langkah-langkah dan batas-batas tertentu, yaitu dengan
metode ilmiah. Tetapi penyelidikan pikiran manusia yang selalu ingin tahu,
melewati batas-batas ini dan menuntut perembesan terhadap wilayah yang berada
di balik bidang sains, dengan demikian lalu filsafat muncul.
Dalam
hal ini tidak salah bahwa filsafat dan ilmu memiliki persamaan, dalam hal ini
bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan kegiatan pikiran manusia, yaitu berfikir
filosofi spekulatif dan berfikir empiris ilmiah. Perbedaan antara keduanya,
terutama untuk aliran filsafat pendidikan tradisional, adalah bahwa filsafat
menetukan tujuan dan science manentukan alat sarana untuk hidup. Keduanya
mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya
sampai ke akar-akarnya. Filsafat dan sains memberikan pengertian mengenai
hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan
mencoba menunjukan sebab akibatnya. Selain itu keduanya hendak memberikan
sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan. Tentunya dalam berfilsah
maupun ilmu sains itu sendiri mempunyai metode dan sistem. Akhirnya keduanya
hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat
manusia (objektifitas) akan pengetahuan yang lebih mendasar.
Filsafat
dan sains memiliki beberapa hal yang berbeda yaitu, objek material (lapangan)
filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita)
sedangkan obyek material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan
empiris. Artinya ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara
kaku dan terkotak-kotak sedangkan kajian filsafat tidak terkokta-kotak dalam
disiplin tertentu. Objek formal (sudut pandang) filsafat itu bersifat
fregmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu ada itu secara
luas, mendalam dan mendasar, sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan
intensif. Di samping itu, objek formal itu bersifat teknik yang berarti bahwa
cara-cara ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita. Filsafat
dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjol daya spekulasi, kritis dan
pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan ilmiah dan
error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan
kegunaan filsafat timbul dari nilainya. Filsafat memberikan penjelasan yang
terakhir, mutlak, dan mendalam sampai mendasar (primary cause) sedangkan ilmu
menunjukan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, lebih dekat, yang sekunder
(secondary cause). Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam
berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat
diskursif, yaitu menguraikan secara logis yang dimulai dari tidak tahu menjadi
tahu.
Sekarang,
filsafat sama dengan sains dalam menemukan pengetahuan yang seksama dan
terorganisir dengan baik. Tapi filsafat tidak puas dengan definisi semacam ini.
Filsafat mencari pengetahuan yang juga konprehensif. Pikiran manusia tidak puas
semata-mata dengan menyusun rangkaian yang tetap tentang fenomena dan sekedar
merumuskan cara-cara mereka bertingkah-laku. Pikiran manusia sangat membutuhkan
beberapa penjelasan akhir berkenaan dengan berbagai fenomena dengan perilaku.
Pengertian Ilmu Kimia
Chemistry
is the study of the composition, structure, properties, and interctions of
matter. Menurut
pengertian tersebut, berarti ilmu kimia mempelajari tentang susunan, struktur,
sifat, perubahan serta energi yang menyertai perubahan suatu materi. Misalkan
kita membahas “air”, maka secara sederhana yang dipelajari oleh ilmu kimia
tentang air adalah mengenai:
- Bagaimana atom-atom hidrogen dan oksigen tersusun dalam sebuah molekul air dengan membentuk struktur molekul karena kita mengetahui rumus molekul air adalah H2O.
- Bagaimana sifat-sifat air dihubungkan dengan susunan dan struktur tersebut.
- Air dapat mengalami perubahan wujud tertentu
- Serta Seberapa besar energi yang dihasilkan atau diserap pada perubahan tersebut.
Sudah
dijelaskan bahwa kimia adalah ilmu tentang materi dan perubahannya. Materi itu
sendiri adalah segala sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa. Pada
prinsipnya, semua materi dapat berada dalam tiga wujud: padat, cair, dan gas.
Ketiga wujud materi ini dapat berubah dari wujud yang satu ke wujud yang lain.
Dengan pemanasan, suatu padatan akan meleleh menjadi cairan. Pemanasan lebih
lanjut akan megubah cairan menjadi gas. Di sisi lain, pendinginan gas akan
mengembunkannya menjadi cairan. Pendinginan lebih lanjut akan membuatnya
menjadi padat.
Adapun
bagian yang terpenting dari ilmu kimia adalah mempelajari reaksi kimia,
perubahan yang terjadi bila senyawa kimia berinteraksi membentuk suatu senyawa
baru yang berbeda. Reaksi kimia merupakan suatu hal yang menakjubkan untuk
diteliti dan merupakan bagian yang menyenangkan dari ilmu kimia untuk
memperhatikan terjadinya reaksi kimia.
Hakekat
ilmu kimia adalah bahwa benda itu bisa mengalami perubahan bentuk, maupun
susunan partikelnya menjadi bentuk yang lain sehingga terjadi deformasi,
perubahan letak susunan, ini mempengaruhi sifat-sifat yang berbeda dengan wujud
yang semula.
Hubungan Antara Filsafat dengan ilmu
kimia
Setiap
jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa
(ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan
tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; ontologi ilmu terkait
dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu.
Secara detail, tidak mungkin bahasan epistemologi terlepas sama sekali dari
ontologi dan aksiologi. Apalagi bahasan yang didasarkan model berpikir
sistematik, justru ketiganya harus senantiasa dikaitkan.
Seperti
yang telah disebutkan di atas, bahwa hakekat ilmu kimia adalah bahwa benda itu
bisa mengalami perubahan bentuk maupun susunan partikel. Setelah kita
mengetahui bahwa wujud itu bisa berubah dari bentuk satu ke wujud yang lain,
kita harus mengetahui bahwa perubahan itu akan membawa manfaat atau tidak. Maksudnya
apakah wilayah ontologi dan epistemologi sudah terpenuhi, tetapi belum tentu
pada wilayah aksiologi. Untuk itu wilayah aksiologi menjadi penting untuk
dikaji bagi ilmuan kimia. Artinya adanya hubungan filsafat dengan ilmu, khususnya
ilmu kimia.
Aksiologi
ilmu meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna
terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dalam kehidupan kita yang
menjelajahi berbagai hal.
Sesungguhnya
ilmu kimia sangat dekat dengan kehidupan jika setiap orang memahami kimia
secara menyeluruh dan mendalaminya. Namun, timbulnya persepsi buruk masyarakat
terhadap kimia sebetulnya karena manusia terlalu acuh tak acuh dengan wilayah
aksiologi kimia itu sendiri. Seolah-olah tugas manusia telah selesai di tataran
epistemologi dan ontologi saja, padahal wilayah aksiologilah yang paling
menentukan apakah ilmu kimia itu membawa manfaat. Padahal ilmu kimia tidak bisa
lepas dari nilai, begitu juga dengan ilmu-ilmu yang lain. Semua tidak bisa
lepas dari nilai, karena yang manusia temukan pasti mempunyai tujuan
tersendiri.
Contohnya
para pedagang yang menambahkan bahan-bahan kimia pada makanan yang seharusnya bahan-bahan kimia tersebut
bukan sebagai bahan tambahan dalam makanan atau tidak boleh dikonsumsi. Namun
cara tersebut dianggap mampu mendapatkan keuntungan yang lebih. Disinilah letak
kesalahan pemahaman masyarakat. Hal ini tentunya akan berhubungan dengan
filsafah dalam hal akisologi tersendiri. Contoh lain dalam bidang militer,
kimia seolah menjadi landasan untuk menciptakan senjata yang paling menakutkan,
efisien dan berdaya guna yang hebat.
Contoh
kasus di atas adalah contoh pengembangan ilmu kimia yang disalahgunakan yang
ditemukan hanya dengan tataran ontologi dan epistemologi tapi tanpa memandang
wilayah aksiologi. Para pelaku tersebut paham konsep dan proses ilmu yang
ditemukan tetapi tidak mempedulikan nilai dari ilmu tersebut, sehingga ilmu
yang ditemukan hanya akan membawa kemudharatan bagi masyarakat.
Jika
setiap manusia menemukan ilmu dengan memandang wilayah aksiologi, maka ilmu
tersebut akan memiliki nilai yang tinggi. Contoh terapan ilmu kimia yang
memandang wilayah aksiologi yaitu mengenai peluruhan atom yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia untuk tujuan tertentu. Peluruhan atom telah diketahui
oleh ilmuwan, bahwa dalam proses peluruhan atau fisi sebuah unsur akan disertai
pelepasan energi beberapa elektron yang tentunya dapat dimanfaatkan, misalkan
untuk pembangkit listrik tenaga nuklir.
Contoh
lain yang lebih sederhana misalnya memanfaatkan limbah-limbah menjadi suatu hal
yang bermanfaat bagi masyarakat. Pada pabrik “Sidomuncul” mengolah
limbah-limbah hasil produksi menjadi suatu pupuk cair yang bisa memberi
keuntungan bagi pabrik sendiri maupun masyarakat. Dengan demikian diperlukannya
filsafah dan khususnya ilmu kimia menjadi satu-kesatuan yang terhubung baik.
Jadi
wilayah aksiologi ini berhubungan dengan hati nurani manusia dan agama yang
berbicara. Akan tetapi, jika mengacu pada proses timbulnya ilmu kimia bahwa
bermacam-macam wujud yang ada ini pada dasarnya berasal dari wujud tunggal,
dalam Islam adalah bahwa segala yang ada itu berasal dari wujud Allah, sudah
selayaknya jika kehadiran ilmu kimia ini ditarik lagi ke wujud tunggal tersebut
yaitu digunakan untuk menyenangkan sesama makhluk Tuhan.
Filsafat
sebagai fasilitator ilmu kimia hanyalah sebatas untuk mengungkap isi yang
terkandung dalam wilayah kimia serta mencari gejala-gejala ilmiah yang ada dialam
semesta ini yang akhirnya dimasukkan ke wilayah ilmu kimia. Tanpa filsafat yang
mengungkap mengenai sesuatu yang tersembunyi ditubuh alam semesta ini maka
perkembangan ilmu, khususnya kimia, hanya akan mengalami stagnansi, kemandekan.
Maka, berfilsafat merupakan syarat dasar bagi kemajuan sebuah ilmu pengetahuan
dalam hal ini khususnya ilmu kimia dan agama menjadi penuntun ke mana ilmu
pengetahuan akan dibawa. Ketika filsafat, ilmu sains dan ilmu kimia saling
berkontribusi dengan baik, maka ilmu kimia itu sendiri akan terus berkembang
dan bermanfaat bagi banyak masyarakat.
2. Bahas dasar-dasar yang sangat
fundamental dari sains jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain terutama
dengan agama. Juga dengan membahas apa yang diartikan dengan ada (eksistensi)
dalam sains?
Jawab:
Dasar-dasar
sains merupakan suatu ilmu yang memberi landasan pengetahuan dan wawasan luas
agar memiliki keyakinan dan jiwa besar untuk bersikap profesional, dinamis, dan
mampu mengambil keputusan serta bertanggungjawab dalam memanfaatkan sumberdaya
alam dan lingkungannya.
Dasar sains dipelajari dengan bertujuan untuk:
Dasar sains dipelajari dengan bertujuan untuk:
- Meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Tuhan melalui pemahaman tentang eksistensi dan hakekat perilaku semesta.
- Meningkatkan kesadaran kita akan keterkaitan manusia dengan alam semesta
- Mampu berpikir secara rasional, sistematis, dan profesional dalam menyelesaikan masalah kehidupan, dsb
Pada intinya, pembelajaran sains dasar memiliki
tujuan untuk kesejahteraan manusia dengan mempertimbangkan kebijakan alam. Berbagai
manfaat sains dasar antara lain dalam perkembangan teknologi informasi, teknologi
pangan, bioteknologi, dll.
Ruang lingkup sains meliputi perkembangan dan penalaran fisik manusia, perkembangan dan pengembangan sains, alam semesta, keanekaragaman makhluk hidup dan pesebarannya, sains teknologi dalam kehidupan manusia. Penerapan sains dasar dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yg ada (resource) atau keberhasilan yang ada untuk meningkatkan sumberdaya yang lain.
Ruang lingkup sains meliputi perkembangan dan penalaran fisik manusia, perkembangan dan pengembangan sains, alam semesta, keanekaragaman makhluk hidup dan pesebarannya, sains teknologi dalam kehidupan manusia. Penerapan sains dasar dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yg ada (resource) atau keberhasilan yang ada untuk meningkatkan sumberdaya yang lain.
Sebagai ilmu dasar, sains tidak
bisa terpisahkan dengan ilmu yang lain karena sains juga dipelajari untuk kehidupan
manusia oleh karena itu sains tak lepas dari ilmu sosial.
Dasar-dasar yang
sangat fundamental dari sains adalah ilmu sains membutuhkan pembuktian dengan
melakukan suatu pengamatan-pengamatan secara ilmiah untuk memperoleh kebenaran.
Semakin banyak pengamatan-pengamatan yang dilakukan maka ilmu sains akan selalu
berkembang. Berkembangnya ilmu sains menandakan adanya selalu perubahan (tidak
pasti) sampai diperoleh ilmu baru yang dapat diterima masyarakat. Oleh karena
itu sains sendiri bersifat dinamis dan nisbi.
Ilmu pengetahuan dilandaskan pada
keyakinan bahwa pengalaman dan upaya daya akal budi itu absah. Teori ilmu
pengetahuan dipengaruhi dan ditetapkan secara kuat oleh logika. Manusia
memperoleh pengetahuan bukan saja untuk menguasai alam tetapi juga membawa dia
ke arah kehidupan yang mempunyai nilai-nilai tertentu. Ilmu pengetahuan
merupakan ranah profan. Pengetahuan yang disusun oleh sains bersifat temporal
dan pragmatis. Sains tidak bermaksud untuk menemukan kebenaran yang bersifat
abadi melainkan cukup kebenaran yang bersifat sementara, yang fungsional dalam
kurun waktu tertentu.
Hal ini lain sekali dengan moral
yang diajarkan oleh agama yang bersifat abadi yang didak berubah dari masa ke
masa. Sains sebagai alat, jika tanpa agama sebagai kompas, tidak akan membawa
manusia ke arah kebaikan dan kebahagiaan. Sebaliknya sains hanya akan membawa
malapetakan dan kesengsaraan. Di lain pihak, agama tanpa ilmu, tujuan yang
mulia tanpa peralatan untuk mewujudkannya, akan tetap merupakan utopia dan
angan-angan belaka.
Isi dari pengetahuan rasional dan
dari adat kebiasaan, dipadukan dalam tradisi yang berbeda dan latar belakang
sosial yang berbeda dan diakorporasikan dalam aktivitas yang berbeda pula dan
semua perbandingan ini diakui secara jelas oleh orang-orang primitif. Sains
bersifat individual sedangkan agama lebih bersifat sosial. Agama diungkapkan
dalam mitos dan upacara yang mempunyai makna sosial, dimana seluruh suku ambil
bagian.
Sains dalam tiap bentuknya hanya
sekali datang dan dimiliki oleh manusia. Sains harus diturunalihkan dalam
pertalian langsung dari satu generasi ke generasi berikutnya. Agama dimaksudkan
untuk semua, dimana setiap orang bisa ambil bagian serta aktif dengan peran
yang sama. Pada saatnya mereka yang diinisiasi akan menginisiasi, meratapi dan
mengenang roh sebagai spirit.
Salah satu spesialisasi dari agama
bukan profesi tetapi kharisma. Dasar pada agama bersifat moral; harus berurusan
atau menangani peristiwa-peristiwa yang tidak bisa diatasi dan supernatural.
Sehingga jika manusia keliru menjalankannya tidak berpengaruh (ex opere
operato). Pernyataan tentang alam yang terdapat dalam agama bukanlah penyataan
yang bersifat kognitif dan faktual melainkan afektif dan simbolik. Agama tidak
mengajarkan teori tentang alam tetapi menghimbau agar manusia mempelajari alam
dalam pernyataan simbolik yang mampu ditafsirkan oleh manusia sesuai tingkat
kemampuan berpikirnya.
Ada tiga hal yang menjadi alat bagi
manusia untuk mencari kebenaran, yaitu filsafat,
ilmu dan agama. Walaupun tujuan ketiga aspek ini untuk mencari kebenaran,
namun ketiganya tidak dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang sama. Secara
umum, filsafat dianggap sesuatu yang sangat bebas karena ia berpikir tanpa
batas. Sedangkan agama, lebih mengedepankan wahyu/ilham dari zat yang dianggap
Tuhan. Segala sesuatu yang berasal dari Tuhan, dalam perspektif agama adalah
sebuah kebenaran yang tidak dapat ditolak. Sedangkan ilmu adalah sebuah
perangkat metode untuk mencari kebenaran. Antara filsafat dan Ilmu, sama-sama
tidak memiliki tokoh sentral sebagaimana agama yang mensentralkan Tuhan. Dengan
kata lain, dapat dikatakan setiap masalah yang dihadapi manusia, maka mereka
akan menggunakan tiga macam alat untuk mencapai penyelesaiannya. Sebagian ahli
agama menjadikan filsafat dan ilmu sebagai alat untuk mempertajam pemahaman
terhadap agama, sehingga kebenaran terhadap agama semakin kuat. Sedangkan ahli
filsafat melihat agama dengan pemikiran yang mendalam, sehingga seorang filsuf
mendapat kebenaran yang paling hakiki. Sedangkan ilmu pengetahuan, sebenarnya
sebuah alat yang sangat sederhana, karena ia dapat digunakan oleh semua orang
dalam kapasitas dan kemampuan masing-masing manusia
Meskipun secara
historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan, namun dalam
perkembangannya mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi
pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk memposisikan ke
duanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk mengisolasinya
melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih
memahami khazanah intelektual manusia
Adapun persamaan
(lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya
menggunakan berpikir reflektif dalam upaya menghadapi/memahami fakta-fakta
dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu
bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat konsen pada kebenaran, di
samping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan sistematis.
Sementara itu
perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, dimana ilmu
mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif
dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi
data pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas
gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara
menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal- hal umum dalam
berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan
kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh
dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam
mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih
luas, filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan klaim
agama, moral serta seni. Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa
filsafat mempunyai batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini
berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat
berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau
dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat dan
ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berpikir
reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda.
Dengan demikian, Ilmu mengkaji
hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba
mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan
jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan jawaban
terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya
bersifat mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazalba, Pengetahuan ilmu
lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau eksperimen);
batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian.
Pengetahuan filsafat : segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio)
manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah batas alam namun
demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang di luar alam, yang disebut
oleh agama “Tuhan”.
Eksistensi sains dalam agama banyak yang
bisa kita kaitkan misalnya saja khusu orang yang memepelajari kimia. Mengaitkan
ilmu kimia yang dimiliki dengan adanya kebenaran dalam ilmu-ilmu agama. Seperti
misalnya kita menyadari bahwa penyusun tubuh kita dari serangkain sel sampai
pada sistem organ yang semuanya terkoordinasi dengan baik juga beperan karena
kehendak Tuhan sehingga membuat keberlangsungan hidup manusia. Disini bisa
dikaitkan eksistensi ilmu sains yang ada dengan ilmu agama. Ilmu sains juga
bisa memiliki eksistensi pada ilmu sosial misalnya saja pada bidang hukum untuk
mengungkapkan suatu kebenaran boleh jadi harus mengetahui garis keturunan maka
dilakukan suatu tes DNA. Pada hal ini ilmu sains, ilmu social dan agama
berpadu. Dasar-dasar ilmu sains yang sangat fundamental disini terlihat dimana
dibutuhkannya penelitian dengan metode ilmiah untuk memperoleh ilmu sains
tersebut sampai diperoleh kebenaran. Metode ilmiah dilakukan dengan
langkah-langkah yang sistemastis dimulai dari deduksi, hipotesis, verivikasi,
dan induksi.